Emm,,
bicara mengenai kebudayaan memang banyak sekali mengandung arti yang
berbeda. Namun menurut saya, budaya itu sendiri mengandung arti yaitu
sebuah ciri khas, perilaku, atau identitas yang sangat melekat erat
dalam suatu keluarga, wilayah, suku bangsa, maupun negara. Semuanya
memiliki nilai kebudayaan yang sangat unik dan itu perlu dijaga dan
dilestarikan. Namun kenyataannya dalam kehidupan sehari-hari, kita
seringkali melupakan bahkan menyelewengkan kebudayaan-kebudayaan yang
ada. Saya ambil salah satu contoh yang paling dekat dengan kita, yaitu
kebudayaan yang ada dalam negeri kita sendiri. Karena makin maraknya
kebudayaan-kebudayaan yang datang dari luar sehingga kita begitu saja
meninggalkan atau melupakan kebudayaan dari nenek moyang kita sendiri.
Oleh karena itu, tidak sedikit dari aset kebudayaan yang kita miliki itu
diambil oleh orang atau negara lain, karena kita kurang menjaga dan
melestarikannya. Namun ketika semua sudah terlanjur terjadi, barulah
kita berteriak-teriak mengakui bahkan menentang keras kalau kebudayaan
yang ‘diambil orang’ itu adalah milik kita. Dan juga barulah kita
bergegas berupaya mencari jalan untuk mendapatkan kembali kebudayaan
itu, bahkan dengan jalan perang sekalipun. Sungguh aneh tapi nyata,
namun itulah yang kita alami beberapa waktu ini. Seharusnya dari awal,
kalau kita selalu memakai atau dengan kata lain ‘menghidupkan’ aneka
kebudayaan Indonesia yang sebegitu maha agung dan maha indahnya yang
kita miliki, maka niscaya kebudayaan kita tidak akan pernah dirampas
oleh pihak manapun. Tapi sekarang ‘nasi telah menjadi bubur’, semuanya
sudah terlanjur terjadi dan saran saya jangan sampai ada perang antar
suku, wilayah, bahkan negara terjadi, karena perang itu tidak akan
pernah bisa menyelesaikan masalah (yang ada malah bikin banyak masalah
) dan bukan satu-satunya jalan. Kita masih punya 1001 jalan untuk
menyelesaikan masalah ini. Perang itu adalah jalan paling terakhir
ketika semua jalan yang mungkin sudah kita lakukan namun belum juga
berhasil (kata Pak SBY
). Saya percaya, kita, khususnya generasi muda, masih mampu untuk terus
menjaga dan melestarikan kebudayaan yang ada di alam Indonesia ini.
Jangan pernah terpengaruh akan orang lain yang mengatakan, “Hari gini
masih jaman pakai Kebaya? Masih jaman pakai baju batik? Masih jaman
belajar tari jaipong? Masih jaman nonton Ondel-ondel?” dan lain
sebagainya. Kalau saya boleh berbalik melontarkan kata-kata kepada
mereka, saya akan berkata, “Hari gini masih jaman pake baju udelnya
kliatan? Masih jaman pake rok mini? Masih jaman makan burger? Masih
jaman nonton barongsai? Masih jaman nonton, baca, ngoleksi Naruto,
Batman, Twilight, dll. Masih jaman ngikut-ngikut kebudayaan orang
lain?! Mana identitas loe sebagai anak bangsa?!” Haha.. Maaf kalau
banyak diantara anda yang merasa tersinggung. Saya bukannya sama sekali
melarang anda untuk mengkonsumsi sebagian dari kebudayaan luar ya. Saya
sendiri tidak munafik, karena saya juga suka menggunkan produk luar
. Tapi setidaknya lebih baik kita banyak menggunakan produk dalam
negeri hasil kebudayaan sendiri, mencintai kebudayaan itu dengan
menyukai tarian, baju adat, hasil karya seni yang berciri khas
kebudayaan tanah air, dll. Contoh kecil saja, yaitu kita memiliki atau
membiasakan menggunakan batik, tidak hanya baju, bisa berupa taplak meja
yang kita pakai, sarung, alas kaki, ukiran bangku/meja, dll. Itu bisa
menjadikan nilai lebih untuk mengangkat citra kebudayaan bangsa kita.
Kalau kita sendiri tidak mau mengagumi bahkan mengakui kebudayaan kita,
bagaimana bangsa lain mau menghargai kebudayaan kita? Yang ada malah
dicuri!
Kalau
saya boleh berkata jujur, saya amat kagum dengan negara Jepang yang
masih kental dan oriental dengan baju adat Kimono-nya, pedang
samurainya, bentuk rumah adatnya, gaya ninjanya, dll yang sering saya
jumpai mulai dari game console, komik, film (kartun maupun movie), super
hero, merk produk-produk telekomunikasi, multimedia, sampai kendaraan
bermotor (suzuki, honda, kawasaki, mitsubishi, nisan, dll), itu semua
masih menonjolkan kebudayaannya. Walaupun jaman semakin hi-tech, namun
Jepang tetap membubuhi identitasnya, sehingga orang sangat mengenal,
mana produk buatan Jepang, mana yang buatan Amerika atau yang lainnya.
Itulah mengapa saya sangat kagum akan negara Jepang. Mungkin saya sudah
berkhayal terlalu jauh, namun tetap saya tidak patah semangad untuk
mneghimbau anda semua, khususnya teman-teman muda untuk terus bisa
menjaga, melestarikan, dan mengangkat nama kebudayaan Indonesia. Jangan
mau kalah!! Kita sesungguhnya lebih banyak memiliki aneka ragam
kebudayaan untuk bisa dijadikan icon. Jadi, mulai sekarang coba
berkaryalah dengan hasil karya sendiri, dengan memberikan unsur
kebudayaan tanah air agar dapat dipandang oleh seluruh dunia bahwa
Indonesia bisa!
Untuk
lebih membangkitkan rasa nasionalisme kita, saya mengajak anda untuk
mengenal kebudayaan dari suatu daerah atau wilayah di Indonesia, yaitu
Kalimantan Barat. Mengapa saya memilih Kalbar? Karena secara kebetulan
saya dibebani oleh satu tugas mata kuliah yang diharuskan untuk
melakukan studi banding atau terjun ke lapangan untuk mencari tahu asal
usul suatu kebudayaan di Indonesia. Dan secara kebetulan juga saya
bersama teman satu tim mengunjungi salah satu anjungan yang terdapat
di Taman Mini Indonesia Indah, tepatnya anjungan Kalimantan Barat. Di
sana saya melihat beberapa rumah adat, busana daerah, dan
bermacam-macam kesenian, seperti tarian, musik, ukiran,dll. Di situ
saya juga melakukan wawancara bersama guide dan para pengunjung
sekitar. Berdasarkan hasil wawancara yang saya lakukan dan dari
berbagai sumber informasi yang saya dapat, inilah yang bisa saya
tuliskan untuk menjadi bahan referensi bagi anda masyarakat Indonesia
yang cinta akan kebudayaan tanah air.
Tulisan
yang saya buat ini akan mencoba menunjukkan bagaimana pentingnya
kebudayaan itu dilestarikan. Terlebih pada era globalisasi di Indonesia
ini kebudayaan nampaknya semakin memudar. Salah satunya yang sudah mulai
tidak nampak lagi dalam kehidupan masyarakat adalah kebudayaan yang
berasal dari Kalimantan, khususnya ‘Kalimantan Barat’ yang saya ambil
sebagai titik sorot untuk saya jadikan sebagai bahan tulisan dan juga
untuk memenuhi nilai tugas suatu mata kuliah yang saya ambil (karna saya
masih kuliah ).
KEBUDAYAAN KALIMANTAN BARAT
1. Rumah Adat Kalbar
Ini adalah rumah adat khas Kalimantan barat, namanya Rumah Betang. Wuih megahnya, gede pula..
. Uniknya rumah adat ini berada ditengah-tengah danau atau perairan,
karena rumah Betang ini biasanya terdapat di daerah hulu sungai yang
biasanya menjadi pusat pemukiman suku Dayak, dimana sungai merupakan
jalur transportasi utama bagi suku Dayak untuk melakukan berbagai
aktifitas kehidupan sehari-hari seperti pergi bekerja ke ladang, atau
melakukan aktifitas perdagangan (jaman dulu suku Dayak biasanya
berdagang dengan menggunakan system barter yaitu dengan saling
menukarkan hasil ladang, kebun maupun ternak).
Bentuk
dan ukuran Rumah Betang ini bermacan-macam diberbagai tempat. Ada yang
mencapai panjang 150 meter dan lebar hingga 30 meter. Umumnya rumah
Betang di bangun dalam bentuk panggung dengan ketinggian tiga sampai
lima meter dari tanah. Tingginya bangunan rumah Betang ini saya
perkirakan untuk menghindari datangnya banjir pada musim penghujan yang
mengancam daerah-daerah di hulu sungai di Kalimantan. Beberapa unit
pemukiman bisa memiliki rumah Betang lebih dari satu buah tergantung
dari besarnya rumah tangga anggota komunitas hunian tersebut. Setiap
rumah tangga (keluarga) menempati bilik (ruangan) yang di sekat-sekat
dari rumah Betang yang besar tersebut, di samping itu pada umumnya suku
Dayak juga memiliki rumah-rumah tunggal yang dibangun sementara waktu
untuk melakukan aktivitas perladangan, hal ini disebabkan karena jauhnya
jarak antara ladang dengan tempat pemukiman penduduk.
2. Busana Daerah
Ini merupakan baju adat khas Kalimantan Barat. Wauw, unik ya.. . Suku Dayak di Kalimantan Barat ini mulai mengenal pakaian yang disebut king baba (king = cawat; baba = laki-laki) untuk laki-laki, dan king bibinge
untuk perempuan (bibinge = wanita). Pakaian tersebut terbuat dari kulit
kayu yang diproses hingga menjadi lunak seperti kain. Kulit kayu yang
bisa difungsikan sebagai kain untuk membuat cawat, celana, baju, clan
selimut itu disebut kapua atau ampuro.
Masyarakat
Dayak pun mengenal teknik menenun untuk membuat busana. Bahkan hingga
kini masyarakat Dayak dikenal sebagai penenun yang terampil. Dulu, yang
ditenun adalah serat benang yang dihasilkan dari kulit pohon tengang.
Warna dasar serat yang kuat yang dihasilkan adalah warna coklat muda.
Untuk memperoleh warna hitam atau merah hati, warna yang dominan pada
tenunan tradisional Dayak, serat tengang itu dicelup dengan getah pohon
yang dilarutkan dalam air. Tenunan yang beredar sekarang dengan
warna-warna kuning, merah muda, putih, dsb, dibuat dari benang kapas
yang diperoleh dari luar daerah. Kini telah sangat jarang dijumpai
tenunan yang dibuat dari serat tengang sehingga busana adat masyarakat
Taman pun menggunakan tenunan benang kapas.
3. Kesenian Tradisional
Tari Ajat Temuai Datai (aneh banget namanya
), diangkat dari bahasa Dayak Mualang, yang tidak dapat diartikan
secara langsung, karena terdapat kejanggalan jika di diartikan kata per
kata. Tetapi maksudnya adalah Tari menyambut tamu, yang bertujuan untuk
penyambutan tamu yang datang atau tamu agung (diagungkan). Awal
lahirnya kesenian ini yakni dari masa pengayauan/masa lampau, diantara
kelompok-kelompok suku Dayak. Mengayau, berasal dari kata me – ngayau,
yang berarti musuh (bahasa Dayak Iban). Tetapi jika mengayau mengandung
pengertian khusus yakni suatu tindakan yang mencari kelompok lainnya
(musuh) dengan cara menyerang dan memenggal kepala lawannya.
Tari Gong, adalah seni tari yang menceritakan
kemolekan seorang gadis yang menari dengan gemulai diatas sebuah gong,
dimana gadis tersebut akan diperebutkan oleh 2 orang Pemuda Dayak yang
gagah perkasa. Kedua pemuda tersebut akan bertarung secara ksatria,
sampai dengan salah satu diantaranya kalah. Dan akhirnya sang pemenang
akan kembali bersama si gadis. Weleh-weleh ampe segitunya.. .
4. Beberapa jenis alat musik tradisional Kalimantan Barat
Sampek
adalah alat musik tradisional Suku Dayak, terbuat dari berbagai jenis
kayu ( kayu arrow, kayu kapur, kayu ulin). Dibuat secara tradisional.
Proses pembuatan bisa memakan waktu berminggu minggu. Dibuat dengan 3
senar, 4 senar dan 6 senar. Biasanya sampek akan diukir sesuai dengan
keinginan pembuatnya, dan setiap ukiran memiliki arti. Mendengarkan
bunyi sampek yang mendayu dayu, seolah memiliki roh/kekuatan. Di Pampang
banyak warga yang amat mahir memainkan sampek. Bunyi sampek biasa
digunakan untuk mengiringi sebuah tarian, atau memberikan semangat bagi
para pasukan perang.
Alat musik tradisional lainnya :
KESIMPULAN :
Ini
hanya sebagian info yang dapat saya bagikan bagi anda dari hasil studi
banding yang saya lakukan bersama teman satu kelompok di Taman Mini
Indonesia Indah. Anjungan Kalimantan Barat yang saya kunjungi yang
dihiasi replika-replika rumah adat, baju adat, sampai alat musik dan
juga tariannya memang mirip sekali seperti aslinya. Saya sangat takjub
dengan kebudayaan yang Indonesia miliki ini. Ingat, ini asli milik
Indoneisa lho!
. Dan saya sangat yakin sekali Indonesia akan naik derajatnya di mata
dunia, kalau saja (salah satunya) kita bisa menjunjung tinggi
nilai-nilai kebudayaan ini. Mungkin dengan mendemonstrasikannya ke
khalayak ramai atau di hadapan para turis agar mereka melihat betapa
uniknya dan indahnya kebudayaan yang kita miliki ini. Jangan pernah
merasa minder atau malu mempertunjukkan kebudayaan kita ini kepada
dunia!! I believe we can do it. This is our culture, Indonesia.
G A L E R Y :
0 komentar:
Posting Komentar